MAKALAH
ILMU AKHLAK
UNSUR-UNSUR
JASMANI DAN RUHANI MANUSIA
Makalah
ini disusun guna memenuhi tugas
Mata
kuliah : Ilmu Akhlak
Dosen
pengampu : Abdul Basith, S.S.,M.Pd

Disusun
Oleh :
1. M.
Ulfan Masruri (2022112006)
2. Imroatun
Khasanah (2022112019)
3. Ahmad
Muttaqin (2022112026)
4. Fina
Niswati Izza (2022112028)
5. Putri
Susanti (2022112038)
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) PEKALONGAN
2012
DAFTAR
ISI
DAFTAR
ISI ...........................................................................................................
2
KATA PENGANTAR ..........................................................................................
3
BAB
I : PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang .............................................................................
4
B. Tujuan
Penulisan .............................................................................
4
BAB
II : PEMBAHASAN
A. Unsur
Jismiah/Jasmaniyah . .....................................................
5
B. Unsur
Ruhaniyah .............................................................................
6
1. Ruh .........................................................................................
6
2. Hati .........................................................................................
7
3. Nafsu .........................................................................................
8
4. Akal
.........................................................................................
10
BAB
III : PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................
13
KATA PENGANTAR
KATA PENGANTAR
Syukur
alhamdulillah kita panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan taufiq dan
hidayahNya kepada kita
sehingga kita mampu membedakan jalan yang benar dan yang salah. Sholawat dan salam
tetap kita curahkan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW, sebab dengan kehadiran
beliau di dunia ini kita
dapat mentauladaninya yang agung.
Makalah yang
berjudul “Unsur-Unsur Jasmani dan Rohani” ini dibuat selain untuk memenuhi
tugas Ilmu Akhlak tetapi juga agar mahasiswa mengetahui macam-macam unsur yang
terdapat di dalam diri manusia.
Sesungguhnya dalam penulisan Makalah ini masih banyak kekurangan. Oleh
karena itu kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan. Dan semoga
makalah ini dapat memberikan manfaat. Amin.
Penyusun
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Manusia
diciptakan oleh Allah hanya dengan
satu
tujuan
yaitu untuk menyembah kepada-Nya. Manusia itu terdiri dari 2 unsur yaitu unsur
jasmani dan unsur rohani (roh, akal, hati, dan nafsu). Menyadari asal kejadian
manusia, seharusnya manusia sadar bahwa dirinya adalah makhluk lemah yang tidak
sepatutnya bersikap angkuh dan sombong. Allah memberikan kita waktu untuk hidup
di dunia ini tidaklah lama, hal ini dimaksudkan agar manusia itu sadar untuk
mengisi hidupnya dengan hal-hal yang baik. Oleh karena itu jadilah orang yang
“malamnya bercermin kitab suci, siangnya bertongkat besi” yang artinya dimalam
hari menjadi hamba Allah yang khusuk dalam beribadah dan siang harinya menjadi
pekerja keras.
B. Tujuan
Penulisan
a. Untuk
mengetahui unsur-unsur jasmani manusia
b. Untuk
mengetahui unsur-unsur rohani manusia
c. Untuk
mengetahui cara menyikapi penggunaan unsur-unsur tersebut
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Unsur
Jismiah/Jasmaniyah
Sebagaimana
pada penciptaan awalnya, fitrah jismiah adalah citra penciptaan fisik manusia
yang terdiri atas struktur organisme fisik. Organisme manusia lebih sempurna
dibanding dengan organisme fisik makhluk-makhluk lain. Pada citra ini, proses
penciptaan manusia memiliki kesamaan dengan hewan, ataupun tumbuhan, sebab
ssemuanya termasuk bagian
dari alam. Setiap alam biotik lahiriah memiliki unsur material yang sama, yakni
terbuat dari unsur tanah, api, udara, dan air. Sedangkan manusia merupakan
makhluk biotik yang unsur-unsur pembentukan materialnya bersifat proporsional
antara keempat unsur tersebut, sehingga manusia disebut sebagai makhluk yang
sempurna
dan terbaik penciptaannya. Firman Allah SWT :
![]() |
“Sesungguhnya Kami telah
menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.” (Qs. At-Tiin : 4)
Keempat
unsur di atas merupakan materi yang abiotik (tidak hidup). Ia akan hidup jika
diberi energi kehidupan yang bersifat fisik (thaqat al-jismiat). Energi kehidupan ini lazimnya disebut dengan
nyawa, karena nyawa manusia hidup.
Nyawa
atau daya hidup pada diri manusia ini telah ada sejak adanya sel-sel seks pria
(sperma) dan wanita (ovum). Sperma dan ovum itu hidup dan kehidupannya mampu
menjalin hubungan sehingga terjadilah benih manusia (embrio). Dengan begitu,
maka al-hayat(hidup)
berbeda dengan al-ruh, sebab al-hayat ada sejak adanya sel-sel kelamin,
sedangkan al-ruh ada setelah embrio berusia empat bulan dalam kandungan.
Kematian al-hayat tidak
berarti kematian al-ruh, sebab al-ruh selalu hidup sebelum dan sesudah adanya
nyawa manusia. Ruh bersifat subtansi (jauhar), sedang nyawa merupakan sesuatu
yang baru datang (‘aradh).
Daya
hidup pada diri manusia memiliki batas, yang batas itu disebut dengan ajal.
Apabila batas energi tersebut telah habis, tanpa sebab apapu manusia akan
mengalami kematian (al-mawt). Daya hidup telah menyatu pada semua organ tubuh
manusia yang pusat peredaranny pada jantung. Apabila organ vital manusia rusak
atau tidak berfungsi sebagaimana hukum atau sunnahnya maka daya hidup tersebut
belum waktunya habis. Kerusakan organ tubuh dapat diakibatkan oleh upaya
manusia seperti bunuh diri, dibunuh, kecelakaan, kurang menjaga kesehatan dan
terlalu mengekploitasi energi fisik dengan kerja diluar kemampuan fisiknya.[1]
Cara
menyikapi unsur jasmani manusia
Melalui anggota tubuh seperti
sholat, puasa, haji, dan lain sebagainya dan untuk mengusahakan anggota tubuh
ke arah yang lebih baik, maka harus menggunakan amalan-amalan yang telah
diwajibkan oleh Allah atas hamba-hambaNya dengan cara melakukan perbuatan baik
dan memperkokoh iman dengan taqwa.
Melalui perasaan kita terhadap
Allah, dengan cara perbanyak berdzikir dan memohon ampun kepadanya atas semua
kesalahan yang telah dilakukan.[2]
B. Unsur
Rohaniyah
1. Ruh
Istilah
ruh yang diungkapkan
dalam pergaulan sosial sehari-hari sering disamakan dengan roh atau rohani. Kata
rohani sendiri biasanya dilawankan dengan jasmani, sehingga kedua kata ini merupakan
dua aspek yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia yang memang
mengandung dua unsur tersebut.
Rohani
adalah spiritual yang berkaitan dengan rasa batin yang tidak nampak dan tidak
bisa diukur dengan kualitas kebendaan, meskipun kualitas batin itu sendiri
dapat saja muncul dari benda-benda. Sedangkan jasmani adalah aspek fisik-materi
yang bersifat kebendaan ia dalam konteks jasmani. Rohani adalah tubuh atau
badan yang kasat
mata.[3]
Menurut
Imam Al-Ghazali ruh (nyawa) adalah lobang hati yang jasmani, lalu tersebar
dengan perantara urat-urat yang merasuk kebagian-bagian lainnya. Dan
perjalanannya ruh pada badan, banjirnya cahaya-cahaya kehidupan, perasaan,
penglihatan, pendengaran, penciuman, dari padanya atas semua anggotanya itu
menyerupai banjirnya cahaya lampu yang diputar disudut-sudut rumah.
Sesungguhnya cahaya itu tidak sampai kesuatu bagian rumah melainkan ia bersinar
dengan cahaya itu. Kehidupan itu diumpamakan seperti cahaya yang menyinari
dinding-dinding. Nyawa itu barat lampu,
perjalanan ruh atau gerakannya terhadap hati seperti merapatnya cahaya ke
sudut-sudut ruangan.[4]

Artinya :
“Katakanlah
: Ruh itu termasuk urusan Tuhanku.”
Ruh
merupakan perkara dan urusan yang luar biasa, kebanyakan akal dan pemahaman
manusia tidak mampu menangkap hakikatnya.[5]
2. Hati
Menurut Imam Al-Ghazali hati mempunyai
2 arti umum yaitu :
a. Hati
dengan arti daging yang berbentuk buah shanubari yang diletakkan pada sebelah
kiri dada yaitu daging yang khusus dan di dalamnya ada lobang, dan di dalam lobang itu ada darah
yang hitam yang menjadi sumber ruh dan tambangnya. Hati ini ada pada
binatang-binatang dan orang,
bahkan orang mati.
b. Hati
dengan arti sesuatu yang halus, rabbaniyah (ketuhanan) ruhaniyah (kerohanian).
Dia mempunyai kaitan dengan hati yang jasmani (yang bertubuh ini).
Hati yang halus inilah hakekat manusia. Dialah yang
mengetahui yang mengerti yang mengenal diri manusia. Dialah yang diajak bicara,
yang disiksa, yang dicela dan dituntut.
Hati
yang halus itu mempunyai kaitan dengan hati yang jasmani dan akal kebanyakan makhluk bingung
dalam mengetahui segi kaitannya dengan hati yang jasmani itu, seperti menyerupai kaitannya
perangai-perangai yang terpuji
dengan tubuh, dan sifat-sifat dengan yang disifati atau kaitannyaorang yang
memakai alat dengan alatnya atau kaitannya orang yang tempat dengan tempatnya.[6]
Psikologi sufi menyatakan bahwa
hati itu menyimpan kecerdasan dan kearifan terdalam. Cita-cita para sufi adalah
menumbuhkan kecerdasan hati yang lembut dan penuh kasih sayang. Dikatakan bahwa
jika mata hati terbuka, akan dapat mendengar kebenaran yang tersembunyi dibalik
kata-kata yang diucapkan.
Hati menyimpan percikan atau
ruhilahiyah di dalam diri manusia. Karenanya, hati adalah rumah Tuhan. Bagi
para pemilik rumah ini akan selalu mencoba dan mengingat untuk memperlakukan
segala sesuatu, lebih-lebih sesama manusia, dengan kebaikan dan penghormatan.[7]
3. Nafsu
Nafsu mempunyai banyak pengertian :
a. Nafsu
merupakan nyawa manusia yang wujudnya berupa angin yang keluar-masuk di dalam
tubuh manusia melalui mulut dan kekosongan.
b. Nafsu
merupakan gabungan psiko-fisik manusia dan merupakan struktur kepribadian
manusia.
c. Nafsu
adalah daya-daya nafsani yang memiliki dua kekuatan, yaitu kekuatan
Al-Ghadhabiyat dan Al-Syaharaniyat.
Al-Ghadab adalah suatu daya yang
berpotensi untuk meghindari diri dari segala yang membahayakan. Ghadab dalam
terminologi psikolog-analisa disebut dengan “defense” (pertahanan, pembelaan
dan penjagaan) yaitu tingkah laku yang berusaha membela atau melidungi ego
terhadap kesalahan, kecemasan, dan rasa malu ; perbuatan untuk melindungi diri
sendiri ; dan memanfaatkan dan merasioanalisasikan perbuatannya sendiri.
Al-Syahwat adalah suatu daya yang
berpotensi untuk menginduksi diri dari segala yang menyenangkan. Syahwat dalam
terminologi psikologi disebut dengan “appetitte”, yaitu suatu hasrat
(keinginan, birahi, hawa nafsu, motif atau impuls berdasarkan perubahan keadaan
psikologi.[8]
Dalam tinjauan tasawuf, nafsu cenderung
menghimpun sifat-sifat tercela dalam diri manusia. Menurut Imam Al-Ghazali,
nafsu itu disifati dengan sifat yang bermacam-macam menurut keadaannya. Jika
nafsu itu tenang dibawah perintah maka ia disebut nafsu mutmainah. Artinya jiwa
yang tenang. Al-Qur’an menjelaskan :

“Wahai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu
dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya. (Qs. Al-Fajr 27-28).
Nafsu mutmainah itu selalu tenang
dan mendukung pada kebaikan. Ada pula tingkatan nafsu dibawah mutmainah yang
disebut nafsu lawwamah yaitu nafsu yang ‘mencaci’ pemiliknya jika ia teledor
dalam beribadah kepada Tuhannya. Dijelaskan dalam Al-Qur’an :

Artinya : “Dan aku bersumpah dengan jiwa yang amat
menyesali (diri sendiri). (Qs. Qiyamah:2).
Jadi ketika seseorang telah
menuruti budi durjana kemudian menyesal, maka yang memainkan penyesalan itu
adalah nafsu lawwamah. Nafsu ini memprotes kepada pemiliknya karena telah mematuhi
kedurjananan budi.
Kesimpulannya, nafsu itu ada dua
yaitu nafsu yang senantiasa mendorong seseorang menyembah budi durjana dan
nafsu yang tenang yang mendorong berbuat kebaikan.[9]
Cara-cara menyikapi unsur-unsur
ruhani manusia.
Melalui amalan hati yang berasal
dari agama dan kenyataannya amalan hati ini bisa diterima apabila dilandasi
dengan perbuatan hati seperti keikhlasan dan ketulusan kepada Allah.
Amalan hati memimpin atas setiap
orang dan bila meninggalkannya dianggap tidak mempunyai nilai terpuji kepada
Allah SWT. Karena hati merupakan salah satu organ tubuh yang sangat penting
yang dapat melakukan tingkah laku manusia dalam kehidupan sehari-hari apabila
hati baik maka tubuh kita juga baik dan apabila buruk maka buruk pula semuanya.[10]
4. Akal
Secara
etimologi, akal memiliki al-imsak (menahan), al-ribath (ikatan), al-hajs
(menahan), al-nahy(melarang), dan man’u (mencegah). Orang yang berakal (al-‘aqil) adalah orang yang mampu
menahan dan mengikat hawa nafsunya. Jika hawa nafsunya terikat maka jiwa
rasionalitasnya mampu bereksistensi.
Akal
merupakan bagian dari fitrah nafsani manusia yang memiliki dua makna :
a. Akal
jasmani, yaitu salah satu organ tubuh yang terletak di kepala. Akal ini
lazimnya disebut dengan otak (al-dimagh)
b. Akal
ruhani, yaitu cahaya (al-nur) nurani dan daya nafsani yang dipersiapkan dan
mampu memperoleh pengetahuan (al-ma’rifah) dan kognisi (al-mudrikat).[11]
Akal memang mulia kedudukannya bagi
manusia. Begitu mulianya, hingga melahirkan berbagai ungkapan yang bernada
sanjungan kepada orang-orang yang bisa menggunakannya dengan baik. Tidak
ketinggalan para budayawan juga menyanjungnyadengan mengatakan, “Teman sejati
seseorang adalah akalnya, sedangkan musuh yang akan mencelakakannya adalah
kebodohan”. Para ahli bahasa juga berkata, “sebaik-baiknya karunia adalah akal
dan sejelek-jeleknya bencana adalah kebodohan.”
Demikian juga dengan akal tersebut,
ia bisa membedakan antara kebaikan dan kejelekan. Akal yang dianugerahkan
kepada manusia ini ada dua macam, ghariziy (instinktif) dan muktasab
(diusahakan). Akal instinktif adalah akal yang dimiliki manusia yang
membedakannya dengan binatang, ia tidak berkembang tidak juga berkurang.
Sedangkan akal muktasab adalah kemampuan nalar yang bisa dicapai dengan
usaha-usaha tertentu.
Dalam pandangan Ibn Rusyd, akal
dibagi menjadi tiga macam. Pertama akal demonstratif (burhani), yaitu akal yang
mampu memahami dalil-dalil atau bukti-bukti yang meyakinkan dan tepat. Kedua
logika (manthiq), akal yang sekedar memahami fakta-fakta argumentatif, tanpa melalui
pembuktian yang jelas dan pasti. Ketiga adalah akal retorik (khitabi), akal
yang hanya mampu menangkap hal-hal yang bersifat nasihat dan retorik, tidak
dipersiapkan untuk memahami aturan berpikir secara sistematis.
Akal adalah fitrah insinktif dan
cahaya orisinal yang menjadi sarana manusia dalam memahami realitas. Akal
adalah nabi bagi perjalanan hidup manusia, yang akan membimbing menuju realitas
yang haqiqi.[12]
BAB
III
PENUTUP
SIMPULAN
Manusia itu terdiri 2 unsur, yaitu
unsur jasmani dan unsur rohani. Kedua unsur tersebut saling berhubungan dan
tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Unsur jasmani manusia itu berasal
dari tanah dan akan kembali ke tanah. Sedangkan unsur ruhani manusia itu
diciptakan oleh Tuhan dan akan kembali kepada-Nya. Dengan adanya roh yang
tinggi yang mengandung akal pikiran yang akan menimbulkan sifat kemanusiaan sehingga dapat
dibedakan manusia itu dengan
makhluk lain.
DAFTAR PUSTAKA
Mujib, Abdul.1999.Fitrah dan Kepribadian Islam.Jakarta:Darul
Falah.
Hawwa, Sa’id.2001.Jalan Ruhani.Bandung:Mizan Media Utama.
Al-Ghazali, Imam.2003.Ikhya’ Ulumuddin.Semarang:CV.Asy Syifa’.
Al-Qalami, Abu Fajar . -.Ajaran
Makrifat Syekh Siti Jenar.Surabaya:Pustaka Media.
Khalil, Ahmad.2007.Merengkuh Bahagia.Malang:UIN –Malang
Press.
[1]
Abdul Mujib, Fitrah dan Kepribadian Islam hal:40-41
[2]
http://studyng.blogspot.com/2011/09/unsur-unsur-jasmani-dan-rohani-manusia.html
[3]
Akhmad Kholil, Merengkuh Bahagia, hal Merengkuh Bahagia –Dialog Al-Qur’an,
Tasawuf, dan psikolog, hal.116
[4]
Imam Al-Ghazali, Ikhya’ Ulumuddin hal 583-584
[5]
Sa’id Hawwa, Jalan Ruhani hal:46
[6]
Imam Al-Ghazali, Ikhya’ Ulumuddin, hal.582-583
[7]
Ahmad Khalil, Merengkuh Bahagia-Dialog Al-Qur’an, Tasawuf, &psikologi,
hal.121
[8]
Abdul Mujib, M.Ag., Fitrah & Kepribadian Islam, hal.69-70
[9]
Abu Fajar Al-Qalami, Ajaran Makrifat Syekh Siti Jenar, hal.116-118
[10]
http://studying.blogspot.com/2011/09/unsur-unsur-jasmani-dan-rohani-manusia.html
[11]
Abdul Mujib, Fitrah dan Kepribadian Islam, hal:64-65
[12]
Ahmad Khalil, Merengkuh Bahagia, hal:124-127
SEMOGA SAMPAI KETEMPAT TUJUAN
BalasHapusMaaf saya masih belum paham dengan al ruh mnurut imam ghazali
BalasHapus